Jumat, 13 Januari 2012

Teknik pewarnaan rutin Pewarnaan jaringan

BAB I Pendahuluan Kebanyakan jaringan didapati tidak berwarna, sehingga tidak banyak yang dapat dilihat di bawah mikroskop. Agar dapat dilihat dibawah mikroskop, kebanyakan sediaan harus diwarnai. Oleh sebab itu, telah dirancang pewarnaan jaringan agar berbagai unsur jaringan jelas terlihat dan dapat dibedakan. Bahan warna untuk mewarnai berbagai jaringan, kurang lebih secara selektif. Hematoksilin dan Eosin adalah metode pewarnaan yang banyak digunakan dalam dalam pewarnaan jaringan histologi, sehingga diperlukan dalam diagnosa medis dan penelitian. Hematoksilin adalah bahan pewarna yang sering digunakan pada pewarnaan histoteknik, ia merupakan ekstrak dari pohon yang diberi nama logwood tree. Hematoksilin bekerja sebagai pewarna basa, artinya zat ini mewarnai unsur basofilik jaringan. Hematoksilin memulas inti dan strukutur asam lainnya dari sel (seperti bagian sitoplasma yang kaya-RNA dan matriks tulang rawan) menjadi biru.Hematoxylin akan mewarnai nukleus sedangkan eosin akan mewarnai sitoplasma. Eosin bersifat asam. Ia akan memulas komponen asidofilik jaringan seperti mitokondria, granula sekretoris dan kolagen. Tidak seperti hematoksilin, eosin mewarnai sitoplasma dan kolagen menjadi warna merah muda. Syarat-syarat standar zat warna ideal yaitu murah, tahan lama, tidak sulit untuk di bersihkan, tidak merusakkan lingkungan. BAB II Pembahasan 2.1 Pembahasan Untuk menganalisis struktur jaringan yang telah diiris, preparat harus diwarnai.Pewarnaan rutin yang sering dikerjakan adalah haematoxylin-eosin (HE), karena pewarnaan ini dapat menunjukkan sebagian besar struktur histologi. Afinitas hematein terhadap nuclei tidak baik, jika tidak menggunakan Mordant. • Mordant adalah penghubung haematoxyllin dan DNA • Logam: Al, Fe, tungsten, molybdenum, lead • Tipe mordant mempengaruhi tipe jaringan yang terwarnai dan hasil akhir pewarnaan Ada delapan jenis larutan pewarnaan haematoxylin, yaitu Dellafied, Erlich, Heidenhains, Harris, Mayer, Weigert, Carazzi, dan Cole. Masing-masing formula pewarnaan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Yang paling sering digunakan adalah haematoxylin Mayer dan haematoxylin Harris. 2.2 Haematoxylin Mayer 2.2.1 Komposisi Haematoxylin Mayer • Kristal haematoxylin………………….... 1 gr • Akuades……………………………… 1000 ml • Sodium iodate…………………………… 0,2 gr • Ammonium/potassium alum................. 50 gr • Citric acid…………………………....…. 1 gr • Chloralhydrate…………………………. 50 gr 2.2.2 Cara Pembuatan Hematoxylin Mayer 1. Larutkan Ammonium/Potassium alum di dalam aquades. 2. Tambahkan Haematoxylin dan campurkan secara baik. 3. Tambahkan Sodium Iodate, Citric Acid, dan Chloralhydrate. 4. Campur dan aduk hingga seluruhnya tercampur dengan baik. 5. Biarkan semalam dan saring dengan kertas saring besoknya. 2.3 Eosin Eosin adalah zat warna Xanthene. Eosin paling cocok dikombinasikan dengan pewarna haematoxylin. Eosin memiliki nilai kemampuan differensiasi sendiri untuk membedakan antara sitoplasma dari tiap sel dan serabut jaringan ikat yang berbeda. Jenis eosin : • Eosin Y (yellowish), water soluble • Eosin B (Bluish) • Ethyl Eosin (eosin S, eosin alkohol absolut) Eosin Y(yellowish) paling banyak digunakan, karena termasuk zat warna asam sehingga dapat berikatan dengan protein (basa) dan dapat berpenetrasi pada struktur padat dan bersifat metakromatik. Terdapat dalam 2 bentuk ,yaitu : monomer (merah) dan dimer (orange merah). Hasil pewarnaannya , yaitu : sitoplasma akan berwarna merah, eritrosit akan berwarna orange merah, nukleus piknotik akan berwarna ungu, dan nukleolus akan berwarna merah. 2.3.1 Komposisi Eosin Eosin-alkohol Stock 1% • Eosin y ws……………………………………… 1 gr • aquades……………………………………………… 20 ml • Larutkan dan tambahkan alkohol 95% ……….. 80 ml Eosin working solution • Eosin-alkohol stock 1 bagian • Alkohol 80% 3 bagian • Dibuat sesaat sebelum digunakan dan tambahkan Asam Asetat glasial 0,5 ml untuk setiap 100 ml larutan dan aduk dengan baik. 2.3.2 Cara kerja : 1. deparafinisasi preparat yang telah kering ke dalam xylol sebanyak 3x (@ 10 menit) 2. masukkan ke dalam alkohol sebanyak 2x (@5 menit) 3. cuci dengan air mengalir sampai alkohol hilang 4. masukkan ke dalam larutan hematoxylin selama 7 menit 5. cuci dengan air mengalir sampai tidak luntur 6. celupkan dalam HCL 2x celup untuk decolorisasi 7. cuci dengan air 8. rendam dalam air sampai warna air menjadi biru 9. masukkan ke dalam larutan eosin 10. cuci dengan air mengalir 11. cuci dengan alkohol I 12. cuci dengan alkohol II cuci dengan air 1. pres dengan kertas saring, lap dengan kapas 2. masukkan dalam larutan xylol 3. pres dengan kertas saring, dan lap dengan kapas 4. Tutup (mounting) dengan entellan/balsam Kanada dan cover glass 5. Beri label pada sajian tersebut dan biarkan hingga entelan mengering Gambar Menutup kaca benda dengan cover glass (kiri). Hasil pewarnaan HE pada kulit tebal (kanan). . 2.4 Contoh jaringan dengan pengecatan Hematoksilin Eosin 2.4.1. Nodus Lymphaticus Teknik pewarnaan : HE Perhatikan : a. Capsula : Jaringan ikat ini mengandung: – serabut-serabut kolagen. – vasa lymphatica afferentia b. Hilum : serabut kolagen tampak lebih tebal. c. Cortex : disini terdapat banyak noduli lymphatici yang berderet-deret. Noduli limphatici merupakan kumpulan padat limfosit Di pusat noduli ada centrum germinale sel (tempat limfosit B berproliferasi dan differensiasi menjadi sel plasma) d. Trabeculae : berasal dari capsula, meluas ke arah pusat nodus lymphaticus di antara noduli limphatici dan medulla. e. Paracortex antara cortex dan medulla, tempat limfosit T f. Medulla, lebih kedalam berwarna lebih pucat g.Sinus Lymphaticus (rongga tempat menampung cairan limfe dari vasa limfatik afferens.). Ada berbagai jenis: – sinus lymphaticus capsularis (marginalis) : dibawah capsula – sinus corticalis : di sepanjang trabeculla – sinus medullaris : di medulla 2.4.2 Lien atau Spleen Pewarnaan : HE Pengamatan pada sediaan limfa: a. Selubung : – tunica serosa : epitel pipih selapis – tunica fibrosa : mengandung serabut kolagen dan elastis. Berlanjut ke tengah sebagai trabecula b. Isi : Pulpa lienalis dibedakan 2 jenis: – Pulpa alba : tampak sebagai kelompok berpadatan, kebiru-biruan Arteria centralis terdapat dekat pusat pulpa alba. – Pulpa rubra : tampak sebagai jaringan tidak teratur. 2.4.3. Thymus Pewarnaan : HE Perhatikan : a. Capsula : berlanjut sebagai septum interlobare yang membagi thymus menjadi lobus thymi b. Cortex : penuh dengan limfositus thymicus atau thymocytus, berpadatan, kebiru-biruan.Merupakan tempat produksi limfosit c. Medulla : berwarna lebih pucat.limfositus lebih sedikit – banyak limfoblastus dan retikulositus – terdapat corpusculum thymicum kebulat-kebulatan mengandung: • sel epitel teratur konsentris. • cellula gigantica atau sel raksasa. 2.4.4. Tonsil Pewarnaan : HE Perhatikan : a. Capsula : berupa jaringan ikat sebagai pembungkus, capsula membentuk septum internodulare ke arah pusat. b. Epithelium Squamosum Stratificatum: melapisi permukaan bebas. – banyak mengalami infiltrasi oleh limfosit – berlekuk-lekuk dinamakan: crypta tonsillaris. c. Noduli Lymphatici : bulat, berderet sepanjang crypta tonsillaris 2.4.5. Sumsum Tulang Teknik pewarnaan : HE Perhatikan : - Textus connectivus reticularis sebagai jaringan dasar yang dengan pewarnaan HE serabutnya tidak tampak. - Megakariosit merupakan sel raksasa dengan nucleus relatif besar, dan sitoplasma berwama merah - Normoblas memiliki sitoplasma berwarna kemerah-merahan, nucleus biru letak di tengah. - Haemocytoblastus, adipocytus. BAB III HASIL DAN KESIMPULAN 3.1 Hasil • Nukleus berwarna biru. • Sitoplasma berwarna kemerahan dengan adanya beberapa variasi warna pada komponen tertentu. Gambar irisan jaringan yang telah diwarnai dan ditutupi dengan cover glass diletakkan di atas slide tray hingga entellan mengering 3.2 KESIMPULAN Hematoksilin dan Eosin adalah metode pewarnaan yang banyak digunakan dalam dalam pewarnaan jaringan histology. Hematoksilin memulas inti dan strukutur asam lainnya dari sel (seperti bagian sitoplasma yang kaya-RNA dan matriks tulang rawan) menjadi biru.Hematoxylin akan mewarnai nukleus sedangkan eosin akan mewarnai sitoplasma. Eosin bersifat asam, tidak seperti hematoksilin, eosin mewarnai sitoplasma dan kolagen menjadi warna merah muda. Syarat-syarat standar zat warna ideal yaitu : • Murah • tahan lama • tidak sulit untuk di bersihkan • tidak merusakkan lingkungan Jenis larutan Hematoxylin : Dellafied, Erlich, Heidenhains, Harris, Mayer, Weigert, Carazzi, dan Cole Jenis Larutan Eosin : • Eosin Y (yellowish), water soluble • Eosin B (Bluish) • Ethyl Eosin (eosin S, eosin alkohol absolut) Larutan cat yang sering digunakan ialah Hematoxylin Mayer dan Eosin Yellowish   DAFTAR PUSTAKA http://histologi.usu.ac.id/files/PENUNTUN http://www.fkuii.org/files/panduan-praktikum-SPTPI-1011 http://www.slideshare.net/zyzyan/histoteknik-dasar http://resaxcelia.posterous.com/laprak-biomul-iii-sitologi-sel-epitel

Histoteknik

Histoteknik
Hampir semua jaringan tubuh manusia tidak memiliki warna. Agar dapat mengamati strukturnya, sel dan jaringan harus diwarnai terlebih dahulu. Zat warna (dyes) terdiri atas banyak jenis. Sebelum dapat diwarnai, jaringan-jaringan organ yang akan diamati akan menjalani serangkaian proses yang disebut tissue processing. Pemrosesan jaringan ini akan mengawetkan, mencegah pembusukan, dan memudahkan pewarnaan jaringan dan sel karena mereka memiliki sifat alamiah untuk mengikat zat warna. Pekerjaan membuat jaringan hingga siap untuk diamati disebut sebagai histoteknik. Jenis proses pembuatan preparat/sediaan histologi dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Preparat rutin Yang dimaksud dengan preparat rutin ialah preparat jaringan yang diproses secara sederhana dan diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin – eosin (HE). Pembuatan preparat jenis ini sangat sering dilakukan di laboratorium histology/mikroteknik sehingga dapat dikatakan dikerjakan secara rutin. Preparat jenis ini biasa digunakan dalam proses pendidikan karena sebagian besar struktur mikroskopis sudah dapat didemonstrasikan dengan teknik ini. 2. Preparat khusus Preparat khusus ialah preparat yang dibuat dengan teknik tertentu dan lebih sulit dalam pengerjaannya. Pengerjaannya dilakukan sewaktu-waktu dikarenakan faktor kesulitan dan penggunaan bahan-bahan yang lebih mahal. Preparat khusus dapat berupa preparat dengan pewarnaan khusus (misal: pewarnaan perak, pewarnaan lemak, pewarnaan neuroglia), imunohistokimia, in situ hybrization, dan preparat untuk mikroskopi elektron. Hal mengenai preparat khusus tidak dibicarakan dalam bahan ajar ini. Tahapan Dalam Pembuatan Preparat Rutin Sedikitnya terdapat 10 langkah dalam tahapan pembuatan preparat rutin yaitu pengawetan, dehidrasi (pengeluaran air dari dalam sel/organ), pembeningan (clearing), pembenaman (embedding), pencetakan (blocking), pengirisan blok jaringan (sectioning), penempelan irisan pada kaca objek, pewarnaan (staining), penutupan preparat dengan kaca penutup (mounting), dan pelabelan preparat (labeling). Pengawetan (fixation) dilakukan untuk mempertahankan struktur sel dan jaringan sedapat mungkin mendekati keadaan aslinya (saat masih hidup). Sebagian besar dari larutan pengawet bekerja untuk mempertahankan protein. Dengan demikian, tidak ada satu pun jenis larutan pengawet yang dapat melakukan pengawetan secara sempurna dalam mencapai tujuan pengawetan. Karena sebagian besar volume sel terdiri dari air dan air memberikan konsistensi lunak pada jaringan sehingga keberadaan air dalam sel akan menyulitkan pengirisan jaringan. Untuk itu, air dalam jaringan / sel mesti dikeluarkan dari sel dengan menggunakan dehidran seperti alkohol atau aseton. Selain menarik air dari dalam jaringan dan sel, penggualkohol akan mengakibatkan larutnya komponen lemak dari sel. Contoh yang paling nyata dapat ditemukan pada jaringan lemak (adiposa) yang diproses dengan cara ini, saat jaringan telah diwarnai, kita akan mendapati vakuola lemak kosong di dalam sel preparat jaringan adiposa putih. Untuk dapat diiris dengan mikrotom, jaringan harus menjadi cukup keras. Secara rutin, parafin digunakan mengisi bagian sel yang telah ditinggalkan oleh air. Namun, parafin tidak dapat menyusup ke dalam sel tanpa bantuan zat yang disebut sebagai bahan penjernih (clearing agent). Bahan penjernih yang rutin digunakan adalah xylol. Setelah mencapai tahap jernih, jaringan akan direndam dalam parafin cair bersuhu 55 oC selama 3 jam di dalam inkubator. Diperkirakan selama waktu tersebut, parafin yang dapat bercampur dengan xylol akan menggantikan xylol di dalam jaringan. Langkah selanjutnya adalah melakukan pencetakan dengan cetakan parafin. Sampel organ dikeluarkan dari inkubator dan diberi tambahan parafin cair. Saat parafin mengeras, kita telah mendapatkan blok parafin berisi sampel organ yang kita inginkan. Pengirisan sampel dilakukan dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan yang diinginkan. Variasi ketebalan disesuaikan dengan tujuan pembuatan preparat. Untuk penggunaan rutin, ketebalan yang sesuai adalah 5 μm. Setelah dilekatkan pada kaca benda (object glass), irisan dapat diwarnai dengan pewarnaan yang diinginkan. Makna yang diinginkan berarti mengikut kepada unsur yang akan didemonstrasikan. Unsur tersebut dapat berupa suatu protein, karbohidrat, ataugambaran umum struktur histologis. Untuk pilihan terakhir, pewarnaan yang digunakan adalah hematoxylin eosin. Pewarnaan yang rutin digunakan di laboratorium histopatologi di seluruh dunia adalah pewarnaan HE. Pewarnaan ini terdiri atas masing-masingnya zat warna utamanya adalah hematoxylin dan eosin. Larutan pewarna hematoxylin mengandung beberapa zat lainnya selain daripada zat warna hematoxylin, dikenal sebagai zat mordan. Larutan eosin dibuat dengan melarutkan zat warna eosin dalam akuades dan alkohol.HE merupakan teknik pewarnaan yang berdasarkan pada prinsip asam basa. Larutan hematoxylin bersifat basa sedangkan larutan eosin bersifat asam. Sifat basa pada larutan hematoxylin akan memungkinkan hematoxylin berikatan terutama dengan komponen selyang bersifat asam. Hematoxylin sendiri bukanlah zat warna yang benar-benar bersifat basa.Kita dapat mengamati bahwa warna biru yang ditimbulkan hematoxylin akan banyak ditemukan pada nukleus. Hal ini terjadi karena nukleus mengandung DNA dan RNA, suatu zat yang bersifat asam. Sementara itu, eosin akan mengikat komponen sel yang bersifat asam.Kita dapat menemukan cukup banyak komponen sel yang bersifat asam, meski tidak semuanya, pada sitoplasma sel. ISTILAH DALAM PENGAMATAN PREPARAT HISTOLOGI Istilah dasar dalam pengamatan histologi didasarkan pada sifat dan karakter pewarnaan (asidofilik, basofilik, dan sebagainya), bentuk (cuboidal, columnar, spindel, squamous, reticular), kemiripan dengan bentuk lain (star-shaped appearance, umbrella sign, ladder like, signet ring cell), posisi sesuatu terhadap polaritas sel (apical, basal, centric, eccentric, adluminal, peri nuclear). Beberapa istilah pewarnaan yang didasarkan pada sifat dan karakter pewarnaan adalah perlu dipahami. Asidofilik Asidofilik menjabarkan pola pewarnaan sel jaringan tertentu yang menggunakan pewarnaan asam dan basa (misalnya HE). Secara khusus, asidofilik merujuk pada sifat struktur yang senang berikatan dengan zat warna asam. Pada pewarnaan yang menggunakan eosin, suatu zat warna yang bersifat asam, makna asidofilik dapat disamakan dengan eosinofilik. Bagian sel yang sering menunjukkan sifat asidofilik adalah sitoplasma sel. Zat warna asam lainnya adalah biru anilin, acid fuchsin, dan orang G. Basofilik Basofilik merujuk pada sifat struktur yang senang berikatan dengan zat warna basa. Zat warna basa yang sering digunakan adalah hematoxylin. Selain hematoxylin, zat warna basa lainnya adalah biru toluidin. Bagian sel yang menunjukkan sifat basofilik adalah nukleus. Argirofilik / Argentaffin Perak (argentum) digunakan terutama untuk mendemonstrasikan protein (khususnya serabut retikular (kolagen tipe III)) dan DNA (Gambar 4). Chromaffin Chromaffin merujuk pada keadaan yang dapat didemonstrasikan oleh pewarnaan garam chromium. Garam chromaffin mengoksidasi dan mempolimerisasi katekolamin untuk membentuk warna coklat, yang terkuat warnanya dihasilkan oleh sel yang menyekresikan noradrenalin. Metakromasia Metakromasia adalah perubahan khas pada warna dari pewarnaan yang terjadi pada jaringan biologis, ditunjukkan oleh zat warna anilin tertentu saat zat warna tersebut berikatan dengan bahan-bahan tertentu yang terdapat pada jaringan biologis, yang disebut chromotrophes. Sebagai contoh biru toluidin menjadi merah muda (pink), tidak mewarnai jaringan menjadi biru, saat berikatan dengan cartilage. Ketiadaan perubahan warna pada pewarnaan dinamai ortokromasi. Periodic Acid Schiff (PAS) Reaksi terhadap pewarnaan PAS menunjukkan adanya glikogen dalam jaringan. Periodic acid akan mengoksidasi residu glukosa dan menghasilkan aldehida yang selanjutnya bereaksi dengan reagen Schiff dan menimbulkan warna magenta-purple. Pewarnaan PAS diberi perona (counterstain) berupa pewarnaan basa (mislnya hematoxylin). Pewarnaan PAS akan menunjukkan keberadaan karbohidrat pada jaringan ikat, mukus, dan membran basal jaringan epitel. Sudanofil Pewarnaan Sudan adalah penggunaan zat warna untuk mewarnai bahan-bahan sudanofil, biasanya lemak. Pewarnaan sudan digunakan untuk mendemonstrasikan trigliserida, lipid, dan lipoprotein. DAFTAR PUSTAKA 1. Alberts B et al. 2002. Molecular Biology of the Cell 4th Ed. New York. Garland Science. 2. Young B, Heath JW. Histology A Text and Atlas. 4th Ed. http://histologi.usu.ac.id/files/BAB%20I%20Dasar%20Memahami%20Sel%20dan%20Jaringan.pdf